Tag Archives: Ranah 3 Warna

N5M. R3W. MJWJ. MSZ. (????)

No, it’s no typo. And no, it’s not a link error. And no, it’s not your eyes (although wouldn’t harm you to go see an eyedoctor anytime soon).

Runtutan singkatan tadi itu datang dari trilogi (sekarang masih.. mmm.. biologi? duologi? apa sih kalo baru terbit dua buku? hehehe..) bukunya A. Fuadi. N5M adalah Negeri 5 Menara (Apaaaa?? Baru baca buku N5M???? Ssssshhhhhh!). Dan R3W dari Ranah 3 Warna.

Nah MJWJ dan MSZ itu quotes dari bahasa Arab yang dipopulerkan oleh buku ini, Man Jadda Wa Jada dan Man Shabara Zhafira (Untuk tau artinya, atau kalau belum pernah baca bukunya, sok atuh tanya kang Google).

Tulisan saya ini bukan untuk menceritakan resensi detil buku-buku ini, karena di dunia pergooglean pasti banyak artikel resensi yang jauh lebih lengkap dan bagus. Jadi tulisan ini lebih mengenai kesan saya setelah membaca kedua buku tersebut.

Buku pertamanya, si N5M itu, bagus banget. Gaya berceritanya mirip-mirip gayanya Andrea Hirata. Rendah hati, jenaka, penuh dengan phlegmatic jokes. Bahkan untuk seorang awam seperti saya, kejujuran hati si penulis terpancar di setiap halamannya. Selain itu, tata bahasanya rapi dan enak dibaca. Walaupun kalimatnya panjang-panjang, bacanya nggak mumet.

Pemilihan katanya juga bagus-bagus; banyak kata yang baru pertama kali saya dengar (misalnya: Ligat. What? Ligat? What? What’s that? Sampai sekarang, saya masih belum google juga arti kata ligat itu.) Juga ada kata mencangkung. Iya, mencangkung adalah salah satu kata yang baru pertama saya dengar. Dan I assume, mencangkung kira-kira sama dengan posisi berjongkok.

Nah, berkat analisa tajam yang mendalam itu tadi (hehehe..), jadilah ia penulis lokal kesekian yang masuk dalam daftar penulis favorit saya.

Cuma sayangnya, buku keduanya agak bertele-tele. Menurut saya lho ya..

Tulisannya sih masih tetap rapi, kata-kata pilihannya masih tetap cantik, tapi ceritanya cenderung ngelebar, apalagi menjelang bab akhir saat dia cerita panjang lebar dan kecil-mengecil tentang homestaynya di Kanada.

Bab-bab pertamanya ia tulis pakai hati, apalagi sampai bab di mana ayahandanya meninggal dunia. Emosi penulis berhamburan di tiap halaman. Tapi menjelang 5-6 bab terakhir, wah, agak susah payah saya ngabisinnya. Sudah terlalu berpanjang-panjang. Mungkin memang begitu maksudnya, biar bisa jadi trilogi. Hehehe.. sori yang bang Fuadi, just my unworthy two cents.

Tapi all in all, beliau tetap saya nobatkan sebagai salah satu penulis lokal terbaik. Salah satu yang bisa menulis dengan jujur, sederhana, dan rendah hati. Jadi inshAllah saya akan beli buku ketiganya.

Hats off, Bang! Learnt lots from you.